
Disusun Oleh:
(XI MIA 4)
Fina
Kusniawati
Fiq
Fernandi
Fuji
Kusumawicitra
Galih
Ferdiana
Haky
Tri Eryawan
Iman
Nurjaman
Lisnawati
Maulana
Nur Ardian
M.
Isya
SMAN 1 CIKEMBAR
2014/2015
Mengevaluasi
Penjajahan Pemerintah Hindia Belanda
1. Masa Pemerintahan Republik Bataaf
A. Pemerintahan
Herman Williem Daendels (1808-1811)
H.W. Daendels sebagai gubernur jendral
memerintah di Nusantara pada tahun 1808-1811. Tugas utama Daendels adalah
mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai oleh Inggris. Dalam rangka mengemban
tugasnya Daendels melakukan beberapa langkah strategis menyangkut beberapa
bidang
Ø Bidang
Pertahanan dan Keamanan
Memenuhi tugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris,
Daendels
melakukan langkah-langkah:
a.
Membangun
benteng-benteng pertahanan baru
b.
Membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan
Ujungkulon. Namun pembangunan pangkalan di Ujungkulon boleh dikatakan tidak
berhasil
c.
Meningkatkan jumlah tentara, dengan mengambil
orang-orang pribumi karena pada waktu pergi ke Nusantara, Daendels tidak
membawa pasukan. Oleh karena itu, Daendels segera menambah jumlah pasukan yang
diambil dari orang-orang pribumi, yakni dari 4.000 orang menjadi 18.000 orang.
d.
Membangun
jalan raya dari Anyer (Jawa Barat, sekarang Provinsi Banten) sampai Panarukan
(ujung timur Pulau Jawa, Provinsi Jawa Timur) sepanjang kurang lebih 1.100 km.
Jalan ini sering dinamakan Jalan Daendels.
Ø Bidang Pemerintahan
a.
Membatasi
secara ketat kekuasaan raja-raja di Nusantara.
b.
Membagi
Pulau Jawa menjadi sembilan daerah prefectuur/prefektur (wilayah yang memiliki
otoritas). Masing-masing prefektur dikepalai oleh seorang prefek. Setiap prefek
langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal. Di dalam struktur
pemerintahan kolonial, setiap prefek membawahi para bupati.
c.
Kedudukan
bupati sebagai penguasa tradisional diubah menjadi pegawai pemerintah
(kolonial) yang digaji. Sekalipun demikian para bupati masih memiliki hak-hak
feodal tertentu.
d.
Kerajaan
Banten dan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah
pemerintahan kolonial.
Ø Bidang Peradilan
a.
Daendels
membentuk tiga jenis peradilan: Peradilan untuk orang Eropa, orang Timur Asing,
dan Pribumi,
b.
Pemberantasan
korupsi tanpa pandang bulu.
Ø Bidang Sosial Ekonomi
a.
Daendels
melaksanakan berbagai perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta yang
intinya melakukan penggabungan banyak daerah kedalam wilayah pemerintahn
kolonial, misalnya daerah Cirebon.
b.
Meningkatkan
usaha pemungutan uang dengan cara pemungutan pajak.
c.
Meningkatkan
penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia.
d.
Rakyat
diharuskan melaksanakan penyerahan wajib hasil pertaniannnya.
e.
Melakukan
penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta.
B.
Pemerintahan
Jan Willem Janssen (1811)
Pada bulan
Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem
Jansen. Jansen memcoba memperbaiki keadaan, namun kenyataannya menjadi
sebaliknya. Pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Penyerahan
Janssen ke tangan Inggris secara resmi ditandai dengan adanya Kapitulasi
tuntang pada tanggal 18 September 1811.
2. Perkembangan
Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816)
A. Kebijakan Dalam Bidang Pemerintahan
Membuat kontrak politik:
a. Sultan Raja resmi ditetapkan sebagai
Sultan Hamengkubuwana III, dan Pangeran Natakusuma (Saudara Sultan Sepuh)
ditetapkan sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian dari Kasultanan
Yogyakarta dengan gelar Paku Alam I.
b. Sultan Hamengkubuwana II dengan puteranya
Pangeran Mangkudiningrat diasingkan di Penang.
c. Semua harta benda milik Sultan Sepuh
selama menjabat sebagai sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris.
B. Tindakan Dalam Bidang Ekonomi
Beberapa
kebijakan dan tindakan yang dijalankan Raffles antara lain sebagai berikut:
a. Pelaksanaan sistem sewa tanah atau
pajak tanah (land rent) yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem
perekonomian uang.
b. Penghapusan pajak dan penyerahan
wajib hasil bumi.
c. Penghapusan kerja rodi dan
perbudakan.
d. Peletakkan desa sebagai unit
administrasi penjajahan.
3. Dominasi
Pemerintahan Kolonial Belanda
A. Jalan Tengah Bersama Komisaris
Jenderal
Setelah
kembali ke tangan Belanda, tanah Hindia diperintah oleh badan yang diberi nama
Komisaris Jenderal. Komisaris Jenderal ini dibentuk oleh Pangeran Willem VI
yang terdiri atas tiga orang, yakni: Cornelis Theodorus Elout (Ketua), Arnold
Ardiaan Buyskes (anggota), dan Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen
(anggota). Sebagai rambu-rambu pelaksanaan pemerintahan di negeri jajahan
Pangeran Willem VI mengeluarkan Undang-Undang Pemerintah untuk negeri jajahan (Regerings Reglement) pada tahun 1815.
Salah satu pasal dari undang-undang terebut menegasakan bahwa pelaksanaan
pertanian dilakukan secara beba. Hal ini menunjukan bahwa ada relevansi dengan
keinginan kaum liberal sebagaimana diusulkan oleh Dirk Van Hogendrop.
B. Sistem Tanam Paksa
Raja
Willem terrtarik serta setuju dengan usulan dan perkiraan Van de Bosch yang
mencetuskan gagasan sistem tanam paksa sebagai langkah menagtasi problem
ekonomi. Tahun Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal baru di Jawa.
Ketentuan-ketentuan
sistem tanam paksa:
a. Penduduk menyediakan sebagian dari
tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.
b. Tanah pertanian yang disediakan
penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa tidak boleh melebihi seperlima dari
tanah pertanian yanjg dimiliki penduduk desa.
c. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan
untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak boleh melebihi pekerjaan yang
diperlukan untuk menanam padi.
d. Tanah yang disediakan untuk tanaman
Tanam Paksa dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
e. Hasil tanaman yang terkait dengan
pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir melebihi
pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat.
f. Kegagalan panen yang bukan
disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi tanggungan pemerintah.
g. Penduduk desa yang bekerja di
tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa berada di bawah pengawasan langsung
para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai Eropa melakukan pengawasan secara
umum.
h. Penduduk yang bukan petani,
diwajibkan bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65
hari dalam satu tahun.
Dari pelaksanaan tanam paksa ini
Belanda telah mengeruk keuntungan dan kekayaan kekayaan dari tanah Hindia. Dari
tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan kerajaan Belanda telah mencapai 832
gulden, utang-utang lama VOC dapat dilunasi, kubu-kubu dan benteng pertahanan
dibangun. Belanda menikmati keuntungan di atas penderitaan orang pribumi. Tanam
paksa telah membawa penderitaan rakyat. Banyak pekerja yang jatuh sakit. Mereka
di paksa fokus bekerja untuk tanam
paksa, sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan
kemudian timbul bahaya kelaparan di berbagai daerah. Misalnya di Cirebon
(1843-1844), di Demak (Tahun 1849) dan Grobogan pada tahun 1850.
C. Sistem Usaha Swasta
Sistem
usaha swasta pada awalnya menjadi pengganti sistem tanam paksa yang menyiksa
rakyat. Kaum liberal menuntut pelaksanaan tanam paksa di Hindia Belanda
diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku yang dikarang
Douwes Dekker pada tahun 1860, yang memberikan kritik keras terhadap
pelaksanaan tanam paksa. Tetapi bagi rakyat Bumiputera pelaksanaan usaha swasta
tetap membawa penderitaan. Pertanian rakyat semakin merosot. Dengan demikian
rakyat tetap hidup menderita.
D. Perkembangan agama Kristen
Perkembangan
agama kristen di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua,
protestan dan katholik. Daerah timur Indonesia merupakan daerah mayoritas agam
kristen. Proses masuknya agama kristen ke Indonesia ini dapat dikatakan dalam
dua gelombang atau dua kurun waktu. Yaitu pada abad ke enam kelompok kristiani
di India Selatan yang menyebar ke bergabagai daerah, kemudian pada abad ke
sembilan di Kedah yang kemudian membuat jalur pelayaran penyebaran agama
kristen dari India ke Nusantara.
Makasih
BalasHapus