Sudah lama tak jumpa, kali ini adaa essay yang akan saya posting, meskipun sepertinya masih abal-abal. Maklum belum mahir. Essay ini saya kirimkan saat diberi tugas ospek Universitas, ospek di Unsoed sendiri dinamakan dengan Soedirman Student Summit (S3). Tugasnya adalah setiap mahasiswa baru disuruh untuk membuat sebuah essay, minumun 700 kata (kalau tidak salah) yang tema atau isinya berkaitan dengan program studi yang diambil. Nih, jadi buat kalian yang akan menjadi calon mahasiswa baru Unsoed, siap-siap aja membuat essay dari sekarang, hehe, keuntungannya kalau misalkan essay kalian terbaik se-Unsoed maka akan dinobatkan sebagai Duta Baca Soedirman. Wow kan?. Dibawah ini adalah essay yang saya buat untuk acara tersebut, jujur baru pertama kali membuat essay, makanya isi atau stuktur kebahasaanya masih berantakan, ditengah tekanan batin pula meninggalkan kampung halaman. (sad)
Tutut, Solusi Murah Atasi Kekurangan Gizi
Oleh:
Maulana Nur Ardian
Keanekaragaman
hayati yang melimpah merupakan anugerah
yang diberikan Tuhan kepada Indonesia. Segala bentuk keanekareagaman hayati itu
bisa kita jumpai di darat maupun perairan. Dengan didukung oleh letak geografis
yang sangat strategis, tepat di bawah garis khatulistiwa. Menjadikan Indonesia
sebagai Negara tropis yang tentunya memiliki keuntungan jika sumber daya
manusianya bisa memanfaatkan dengan baik sumber daya alamnya.
Sektor
pertanian adalah salah satu bagian penting bagi sebuah Negara tropis, hal yang
tak kalah penting adalah padi, hasil pertanian yang satu ini adalah hal yang
paling pentingbagi kelangsungan hidup warga Negara Indonesia. bagaimana tidak
padi atau beras yang ditanam di sawah sudah menjadi kebutuhan pokok, namun
banyak yang kita tidak sadari, ada hal yang terabaikan dari sebuah lahan
pertanian, utamanya sawah, ternyata selain fungsi utama sawah untuk menanam
padi, masih banyak keanekaragaman hayati yang terdapat di sawah, salah satunya
adalah tutut, atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai keong sawah, namun
orang Indonesia sendiri lebih familiar dengan nama tutut (Sunda) ataupun kraca
(jawa), karena jika keong sawah mengarah pada spesies keong yang hidup di
darat, sedangkan tutut hidup di perairan.
Miris
saat masih banyak kasus gizi buruk di Indonesia, pada tahun 2016 ini tercatat
95 kasus (DEPKES) gizi buruk terjadi di Indonesia, hal ini terjadi pada
kalangan masyarakat tak mampu secara ekonomi, padahal secara rasional di
Indonesia banyak sekali sumber pangan yang tentunya dapat memenuhi asupan gizi
dan mudah didapat. Tutut, ya tutut bisa dijadikan sebagai alternatif, sebagai
hewan yang hidup di sungai maupun sawah, tutut acapkali dianggap sebagai hama
oleh petani, maka dari itu perlu adanya edukasi yang dapat memberikan pemahaman
mengenai pemanfaatan dari hewan air ini.
Jika
dikaji lebih dalam, komposisi gizi dalam 100 gr tutut (Bellamiya javanica) mengandung energi sebesar 90 kkal, air 79 gr,
protein 16,1 gr, karbohidrat 2 gr, lemak 1,4 gr, magnesium 250 mg, kalsium 170
mg, zat besi 3,5 mg, fosfor 272 mg, kalium 382 gr, niacin 1,4 mg, folat 6 mcg,
vitamin A 100 IU, dan vitamin E 5mg (USDA 2006). Dalam hal ini protein dalam
100 gr tutut (16,1 gr) hampir sama deengan protein dalam 100 gr daging kambing
(16,6 gr). Ini bisa dijadikan alternatif sumber protein yang cukup dan
terjangkau tentunya..
Kandungan
kalsium sebagai pembentuk tulang yang biasanya terdapat dalam susu dapat
diperoleh dari tutut, selain itu terdapat protein hewani, juga vitamin A yang
penting untuk kesehatan mata, dan juga bisa digunakan sebagai obat beberapa
penyakit diantaranya diabetes, kuning, liver, maag, dan kolesterol, ini semua
bisa didapat dari tutut.
Meskipun
manfaatnya cukup banyak, namun pengolahan daging tutut harus dilakukan dengan
benar. Menurut penelitian menunjukkan bahwa keong sawah atau tutut berperan
sebagai perantara cacing Termatoda pada
manusia. Oleh karena itu, teknologi diperlukan dalam hal ini, penelitian
menunjukkan larva cacing usus akan mati jika direbus selama 20 menit
menggunakan api besar, 39 menit menggunakan api sedang, dan 62 menit
menggunakan api kecil.
Sebagai
mahasiswa teknologi pangan, seharusnya tutut bisa diolah menjadi berbagai macam
kegunaan, mulai dari cangkang, lendir, dan dagingnya. Memang saat ini masih
banyak orang yang enggan mengonsumsinya. Dikarenakan bentuk dari tutut yang
terkesan menjijikan, padahal jika kita mampu mengolahnya dengan teknologi pasti
kesan jijik yang ditimbulkan akan hilang.
Teknologi
pengolahan keong di Indonesia belum berkembang dengan baik, hal ini disebabkan
karena kurang populernya tutut atau keong sawah untuk produk olahan pangan.
Teknologi pengolahan tutut di Indonesia hanya terbatas pada pengolahan menjadi
masakan tradisional dan makanan ringan saja. Padahal dilihat dari kandungan
gizinya sangat menjanjikan dan teknologi daging lumat (Surimi) memungkinkan di
terapkan untuk pemanfaatan tutut menjadi bernilai ekonomis tinggi. Surimi
adalah produk setengah jadi yang diolah dengan melumatkan daging ikan, udang,
kepiting atau keong-keongan, kemudian dicuci dengan air dingin untuk
menghilangkan sifat organoleptis yang kurang menarikdan setelah itu dipisahkan
airnya. Namun saat ini belum ada surimi yang berbahan dasar tutut.
Surimi
merupakan teknologi pengolahan daging ikan yang secara tradisional telah
digunakan oleh masyarakat Jepang dengan menggunakan peralatan sederhana. Saat
ini pengolahan surimi secara komersil telah diproduksi secara mekanis. Surimi
biasanya dikemas dan disimpan beku. Ada dua jenis surimi yang beredar di
pasaarn saat ini yaitu mu-en surimi yaitu surimi yang dibuat tanpa penambahan
garam, dan ka-en surimi yaitu surimi yang dibuat dengan penambahan garam.
Surimi dan daging lumat merupakan produk setengah jadi yang dapat diolah menjadi
berbagai jenis produk, seperti bakso, sosis, nugget, burger, sate lilit,
otak-otak dan pempek. Surimi yang beredar di pasaran saat ini hanya terbatas
pada surimi berbahan dasar kepiting, ikan maupun udang.
Surimi
tutut bisa dijadikan salah satu rujukan untuk program diversivikasi pangan yang
sedang digalakkan pemerintah saat ini, terutama untuk memenuhi asupan protein,
selain itu surimi tutut yang kaya akan protein ini bahan dasar nya mudah
didapat dan tentunya sangat terjangkau. Dengan adanya penerapan teknologi
pengolahan ini diharapkan kekurangan gizi
utamanya protein dapat teratasi, karena hanya
dengan ilmu danteknologi, tutut bisa dijadika sumber pangan yang kaya
dan terjangakau, dbanding dengan protein hewani lainnya yang harganya terus
melonjak di pasaran akhir-akhir ini.
Maka
dari itu perlu adanya upaya penggalakkan untuk program pengolahan surimi tutut
ini, mulai dari edukasi, pelatihan, pembuatan produk sampai dengan
memasyarakatkan olahan surimi tutut ini, sampai akhirnya lidah kita akan
terbiasa memakannya.
Dengan
cara seperti ini yang sebenarnya tidak terlalu rumit, kita bisa memberikan
penyuluhan dari manfaat tutut, dan sumber protein hewani yang terjangkau,maka
diharapkan akan banyak orang yang tertarik untuk memulai bisnis ini. dan hal
lain yang dapat dicapai dengan pengolahan tutut ini adalah hilangnya gizi buruk
di Indonesia bagi kalangan tak mampu secara ekonomi, juga diversivikasi pangan
pun dapat tercapai dan ikut menaikkan nilai dan daya jual dari tutut.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar